Fathimah Az-Zahra s.a. adalah putri Rasulullah SAWW yang memiliki kedudukan mulia di sisi Rasul dan di hadapan Allah SWT. Sedemikian mulianya kedudukan Az-Zahra, sampai-sampai Rasul bersabda, “Farthimah adalah belahan badanku, siapa yang menyakitinya, maka dia telah menyakitiku dan siapa yang membahagiakannya, maka dia telah membahagiakanku.”
Pada tanggal 20 Jumadits-Tsani, lima tahun setelah kenabian, hati Muhammad SAWW dan Khadijah s.a. dipenuhi kebahagiaan atas kelahiran putri mereka. Allah SWT pun menurunkan surat Al-Kautsar berkenaan dengan kelahiran perempuan mulia ini. Atas perintah Allah, Rasul memberi anak perempuannya itu nama Fathimah. Fathimah bagaikan mutiara di dalam rumah wahyu Rasulullah dan dia mengenal ma’rifat Ilahi yang tertinggi di dalam rumah itu. Kecintaan yang mendalam dari Rasulullah terhadap Fathimah menunjukkan nilai dan posisi perempuan dalam pandangan Islam. Fathimah dengan potensi maknawiah yang dimilikinya mengejawantahkan ayat-ayat Ilahi mengenai kedudukan perempuan dalam individu, dalam keluarga, dan dalam masyarakat dengan sempurna dan penuh cahaya.
Dalam pandangan Islam, pembicaraan mengenai penyempurnaan jiwa dan maknawi tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi untuk menerima ajaran samawi Al-Quran. Allah SWT dalam Al-Quran memberikan contoh perempuan-perempuan yang patut dijadikan teladan umat manusia, yaitu Sayyidah Maryam dan Asiah, istri Firaun. Dalam surat An-Nahal ayat 97 Allah berfirman, “Siapapun yang melakukan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan, dan ia beriman, Kami pasti akan memberinya kehidupan yang menyenangkan dan Kami akan memberi mereka pahala sebaik-baiknya sesuai dengan yang mereka kerjakan.”
Laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan dalam kemampuan akal dan kebijaksanaan, dalam menentukan dan memilih jalan hidup yang benar, serta dalam menemukan hakikat kebenaran. Kaum perempuan, sebagaimana laki-laki, memiliki potensi untuk mencapai posisi ruhani yang tinggi. Allah SWT juga menegaskan bahwa orang terbaik di antara umat manusia adalah mereka yang bertakwa, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Fathimah Az-Zahra s.a. dalam usianya yang singkat telah mampu mencapai derajat ruhani dan maknawi yang amat tinggi, sehingga Rasulullah pernah bersabda, “Allah marah ketika Fathimah marah dan senang ketika Fathimah merasa senang.” Artinya, segala perilaku Az-Zahra sedemikan sesuainya dengan perintah Allah, sehingga segala sesuatu yang dilakukan Az-Zahra pasti berdasarkan aturan Allah dan segala sesuatu yang tidak disukai Fathimah pastilah sesuatu yang tidak disukai Allah pula.
Fathimah Az-Zahra adalah seorang hamba yang menyembah Tuhannya dengan penuh kecintaan. Suatu hari Rasulullah bertanya kepada putrinya, “Wahai Fathimah, apakah yang kau inginkan sekarang? Saat ini di sampingku ada malaikat penyampai wahyu dan membawa pesan dari Allah bahwa apapun yang kau minta akan dikabulkan Allah.”
Fathimah menjawab, “Kenikmatan ketika menyembah Allah telah membuatku tidak menginginkan apa-apa lagi selain keinginan agar aku bisa melihat keindahan Allah.”
Tidak dapat disangkal lagi, penciptaan laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan-perbedaan yang akan membawa kepada perbedaan dan hak masing-masing pihak dalam kehidupan sosial dan keluarga. Namun, perbedaan itu merupakan pelengkap satu sama lain. Laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari sebuah kesatuan yang jika saling berdampingan, kesatuan itu menjadi sempurna dan seimbang. Setiap pihak dalam kesatuan ini memiliki perannya sendiri-sendiri yang saling melengkapi. Tidak ada satupun perbedaan di antara laki-laki dan perempuan yang membuat satu pihak lebih baik daripada pihak yang lain.
Dengan sudut pandang seperti ini, kita bisa memahami bahwa tanggung jawab terbesar dalam mendidik jiwa dan raga anak diserahkan kepada perempuan. Baik sebelum atau sesudah melahirkan anak, seorang ibu harus memberikan ketenangan kepada anaknya sehingga si anak bisa merasakan kasih sayang dan cahaya ibu di dalam hatinya. Tanggung jawab seorang ibu yang diberikan Allah kepada perempuan adalah tanggung jawab yang amat besar dan berat. Hal ini sekaligus menunjukkan betapa Allah telah memilih perempuan untuk menjadi pendidik generasi umat manusia.
Fathimah Az-Zahra s.a. telah menjalankan tugas Allah ini secara sempurna. Dalam rumahnya yang kecil, Az-zahra telah mempersembahkan tokoh-tokoh besar kepada umat manusia yang selalu tercatat dalam sejarah sebagai orang-orang yang melakukan perubahan. Mereka adalah Imam Hasan, Imam Husain, dan Sayyidah Zainab alaihimussalam.
Fathimah az-Zahra menganggap bahwa mendidik anak-anak adalah tanggung jawab terbesarnya karena menurut beliau, keluarga adalah unit paling utama dalam masyarakat dan unit yang paling dicintai Allah. Jika lingkungan keluarga penuh kehangatan dan penuh cahaya, bisa dipastikan masyarakat pun akan selamat dan bahagia.
Dalam sisi keluarga, Islam memberikan posisi dan martabat yang istimewa bagi perempuan. Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa untuk kaum lelaki, diciptakanlah istri-istri dari jenis mereka. Artinya, perempuan diciptakan dari jenis dan zat yang sama dengan kaum lelaki. Ayat ini pun merupakan penggambaran yang indah dari peran perempuan yang memberikan ketenangan dan ketentraman dalam keluarga. Oleh karena itu, seharusnya hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga berupa hubungan yang penuh persahabatan dan kasih sayang.
Sejarah mencatat, Fathimah Az-Zahra s.a. selalu menjadi pendukung dan pendamping suaminya Imam Ali a.s., dalam setiap krisis politik dan sosial yang dihadapinya. Setiap kali Imam Ali pulang ke rumah setelah lelah bekerja seharian, sambutan dan kasih sayang yang diperlihatkan Az-Zahra telah menghilangkan kelelahan itu. Az-Zahra pernah berkata kepada suaminya, “Wahai Abal-Hasan, aku merasa malu kepada Allah bila meminta sesuatu yang di luar dari kemampuan dan kekuatanmu untuk memenuhinya.”
Dalam masyarakat, Az-Zahra juga melaksanakan tanggung jawabnya dengan amat baik. Beliau bangkit menegakkan kebenaran di tengah masyarakat. Kehadiran beliau di tengah masyarakat menunjukkan betapa pentingnya keikutsertaan kaum perempuan dalam menentukan nasib masyarakat. Adanya hak kaum perempuan untuk berperan dalam politik disebutkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Misalnya, dalam surat Al-Mumtahanah ayat 12 disebutkan bahwa jika sekelompok perempuan datang dan menyatakan bai’at atau kesetiaan kepada Rasul, Allah menyuruh Rasul untuk menerima baiat tersebut. Baiat merupakan simbol kesetiaan politik. Artinya, wanita diberi hak untuk berperan dalam bidang politik.
Dalam surat Al-Ahzab disebutkan mengenai hijrahnya kaum muslimin dari Mekah ke Madinah, sebuah langkah politik yang juga diikutsertai oleh kaum perempuan. Al-Quran juga menyebutkan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Dalam surat An-Nisa disebutkan pula kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam masalah ekonomi. Allah berfirman bahwa laki-laki memperoleh hasil dari apa yang mereka kerjakan, dan begitupula, perempuan akan mendapatkan hasil dari pekerjaan mereka.
Sejarah juga mencatat bahwa Fathimah Az-Zahra s.a. hadir di medan peperangan di masa hidupnya Rasulullah. Dalam perang Khandak, kota Madinah dikepung oleh musuh. Saat itu, Az-Zahra membuat roti dan memenuhi sebagian kebutuhan para mujahidin. Suatu hari, Az-Zahra pergi ke garis depan untuk menemui ayahnya, lalu berkata, “Ayah, aku telah membuat roti untuk anak-anakku, namun aku teringat kepadamu dan mengkhawatirkanmu. Oleh karena itu, aku antar roti ini kepadamu.”
Rasulullah menjawab, “Wahai putriku, ini adalah makanan pertama yang masuk ke perutku dalam tiga hari ini.”
Seluruh catatan sejarah yang kami kemukakan tadi membuktikan bahwa Fathimah Az-Zahra s.a. telah melaksanakan seluruh kewajibannya sebagai seorang perempuan, baik sebagai individu, dalam keluarga, maupun dalam masyarakat. Semua itu membuktikan derajat beliau sebagai seorang manusia yang sempurna di sisi Allah SWT dan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia, terutama kaum perempuan.
Az-Zahra pernah mengatakan, “Allah menjadikan iman sebagai pembersih dirimu dari syirik. Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan.”
Azzahra as Dalam Catatan Sejumlah Pemikir Barat
Aldus Leonard Hocksley, seorang penulis Inggris dalam novelnya yang berjudul “Dunia Baru yang Indah” mengisahkan sebuah pabrik yang memproduksi manusia dengan karakteristik yang homogen. Manusia-manusia buatan pabrik itu hidup di sebuah kota dan menjalani hidup dengan cara yang sama. Manusia-manusia pabrik itu seumur hidup menjadi pekerja dan membaktikan hidup pada pekerjaan yang sudah ditetapkan bagi mereka. Mereka tidak lagi memiliki emosi dan perasaan apapun. Mereka hidup bagaikan robot yang menurut pada apa saja yang diperintahkan kepada mereka.
Bertahun-tahun telah berlalu sejak novel tersebut dibuat oleh Hocksley. Namun, khayalan Hocksley itu kini malah menjadi kenyataan yang mengerikan. Umat manusia di dunia, kota-kota tempat tinggal mereka, dan keinginan-keinginan mereka serupa satu sama lain. Fasilitas dan cara hidup umat manusia di berbagai penjuru dunia menyerupai cara hidup orang-orang Barat. Inilah kenyataan yang disebut sebagai globalisasi budaya.
Dunia Barat dengan kemajuan teknologi dan kekuatan ekonomi yang sangat besar selama bertahun-tahun memaksakan keinginan dan pandangan mereka kepada negara-negara lain di seluruh dunia. Para teoritis Barat di satu sisi berhipotesis bahwa sampainya sebuah masyarakat kepada sebuah tatanan kapitalis sebagaimana yang ada di Barat adalah akhir dari seluruh perjalanan umat mansuia. Di sisi lain, dengan merendahkan nilai-nilai dan kebudayaan negara lain, mereka memaksa negara-negara lain untuk menerima cara hidup Barat.
Profesor Herbert I. Schiler, dosen di Universitas California mengindentifikasi proses ini sebagai sebuah imperialisme budaya. Dia menulis, “Kata imperialisme budaya menunjukkan sejenis infiltrasi sosial yang dengan cara itu, sebuah negara memaksakan perilaku dan cara hidupnya kepada negara-negara lain.”
Kaum perempuan di semua bangsa memiliki tempat yang khusus dalam pembentukan sejarah, budaya, dan kebudayaan bangsa itu. Peran mereka dalam menjatuhkan atau menegakkan sebuah peradaban juga tidak bisa diingkari. Oleh karena itulah Barat dalam penyusunan program mereka memanfaatkan perempuan. Kaum perempuan dianggap sebagai sebuah poin penting dalam aktivitas politik budaya mereka. Masalah hubungan laki-laki dan perempuan, serta kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat dijadikan isyu oleh Barat untuk memaksakan teori-teori mereka kepada dunia. Selama beberapa dekade terakhir ini, dengan alasan menegakkan hak-hak perempuan, mereka berusaha untuk memaksakan pola hidup kaum perempuan mereka kepada negara-negara lain. Barat bahkan memanfaatkan PBB untuk melegitimasi pengglobalisasian budaya ini.
Namun, ada satu poin yang tidak dibahas dalam novel Hocksley tersebut, yaitu perbedaan esensi antara manusia alami dengan mansuia buatan pabrik. Hocksley telah menciptakan globalisasi budaya dalam novelnya tanpa memperhatikan adanya kenyataan fitri dan nurani yang dimiliki manusia. Oleh karena itu, meskipun kini masyarakat dunia menjalani kehidupan yang homogen dan monoton karena propaganda Barat yang amat luas, namun jiwa mereka secara alami tidak bisa menerima gaya hidup yang penuh pengulangan, ketaklidan, dan ketiadaan jawaban atas pertanyaan “apa” dan “mengapa”.
Bersama dengan berlalunya zaman, letupan kelelahan untuk mengikuti cara hidup manusia Barat akan muncul semakin besar. Gerakan-gerakan dan aksi-aksi demontrasi masyarakat di berbagai penjuru dunia terhadap Barat membuktikan bahwa umat mansuia sudah merasa lelah mengikuti pola hidup Barat. Kaum perempuan di dunia, termasuk di Barat sendiri, selama akhir dekade lalu mulai menyuarakan agar kaum perempuan kembali kepada nilai-nilai maknawiah, akhlak, dan kesucian kemanusiaan. Mereka menginginkan agar posisi kemanusiaan dan faktor-faktor penjaga dan pelindung keluarga ditinjau ulang, serta mencari teladan yang bisa menunjukkan jalan kebahagiaan dan keberuntungan kepada mereka.
Agama Islam sejak ribuan tahun yang lalu telah menunjukkan kepada umat manusia teladan-teladan yang sempurna. Salah satu di antara manusia sempurna itu adalah Fathimah Az-Zahra s.a. putri mulia dari rasulullah Muhammad SAWW. Kehidupan Az-Zahra bukanlah kehidupan sederhana seorang perempuan biasa. Kehidupan Az-Zahra dipenuhi oleh kejadian-kejadian yang menakjubkan yang terus tercatat dalam sejarah dan selalu bisa diaplikasikan dan diambil hikmahnya sepanjang zaman.
Fathimah Az-Zahra mengajarkan keapda kita bahwa manusia adalah makhluk yang mulia. Cinta, keimanan, usaha, serta makrifat menjadi hiasan bagi kemuliaannya itu. Dengan melakukan kebaikan-kebaikan, manusia akan pergi meninggalkan dunia materi dan mencapai puncak kesempurnaan maknawi. Az-Zahra juga mengajarkan kepada manusia agar saling mencintai, saling bersahabat satu sama lain, saling berkorban, menempa diri agar menajdi pembela kebenaran, dan menjauhkan diri dari kerendahan dan ketaklidan yang membabi- buta. Sedemikian mulianya Az-Zahra, sampai-sampai Rasulullah mendeskripsikan putrinya itu dengan kalimat sebagai berikut. “Seandainya kebaikan dan keindahan menjelma menjadi manusia, manusia itu adalah Fathimah Az-Zahra.”
Dewasa ini, dunia hanya membicarakan masalah hak-hak kaum perempuan. Namun, dalam pandangan Fathimah Az-zahra s.a., hak-hak perempuan berkaitan erat dengan akhlak dan keimanan. Sebagaimana pengorbanan, ketakwaan, rendah hati, dan kekuatan jiwa yang dianggap sebagai akhlak yang suci, pengenalan dan pembelaan terhadap hak-hak perempuan juga merupakan hal yang suci. Oleh karena itu, Az-Zahra selain mengejawantahkan nilai-nilai iman, ikhlas, kejujuran, kehormatan dan kepemaafan, juga berjuang dalam menegakkan hak-hak kaumnya.
Dalam pandangan Az-Zahra s.a., kehadiran perempuan di rumah dan perannya dalam keluarga sama sekali tidak menghalangi perempuan dari masyarakat dan perkembangan sosial. Bahkan, justru perempuanlah yang bertugas untuk membangun pondasi masyarakat dan membangun masa depan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, Az-Zahra menekankan agar kaum perempuan mengembangkan potensinya sebaik mungkin sehingga bisa hadir dalam masyarakat sebagai manusia yang sempurna. Perempuan yang sempurna selalu melihat jatidirinya sebagai makhluk Sang Pencipta yang merupakan sumber cahaya dan keindahan. Dengan cahaya Ilahi itu, dia berkhidmat kepada masyarakat dan kemanusiaan serta mendidik manusia-manusia yang saleh dan berkemampuan tinggi.
Fathimah Az-Zahra adalah teladan paling sempurna bagi kaum perempuan dalam menjalani kehidupan mereka. Rasulullah SAWW pernah bersabda, “Putriku Fathimah, adalah perempuan terbaik di seluruh alam, sejak pertama kali perempuan diciptakan hingga kelak di akhir zaman. Dia adalah cahaya mata dan buah hatiku. Fathimah adalah bidadari dalam wujud manusia. Ketika dia bangkit mendirikan shalat, cahayanya di mata para malaikat bagaikan cahaya bintang di mata para penduduk bumi.”
No comments:
Post a Comment